Harga Minyak Melambung Dipicu Penurunan Produksi

Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)
Rifan Financindo Berjangka - Harga minyak menguat pada perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta) di tengah penurunan tak terduga produksi dan juga pasokan minyak mentah di Amerika Serikat (AS).

Mengutip Wall Street Journal, Kamis (30/7/2015), harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk pengiriman September ditutup naik 81 sen atau 1,7 persen ke level US$ 48,79 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan harga minyak Brent yang menjadi patokan global, naik 8 sen atau kurang lebih 0,2 persen ke level US$ 53,38 per barel di ICE Futures Europe.

Harga minyak terus merosot pada Juli 2015 ini karena ada kekhawatiran dari pelaku pasar akan membanjirnya pasokan minyak mentah global karena produksi di AS dan juga beberapa negara lain terus melebihi konsumsi.

Namun data pada Rabu kemarin menunjukkan hal yang berbeda. Kelebihan pasokan terlihat mulai menyusut. Namun memang, analis melihat bahwa penurunan pasokan tersebut tidak akan berlangsung lama dan tekanan kepada harga minyak bisa kembali berlanjut.

Departemen Energi AS mengeluarkan data bahwa persediaan minyak mentah domestik turun 4,2 juta barel menjadi 459,7 juta barel pada pekan lalu. Selain itu, produksi minyak mentah juga turun 145 ribu barel per hari menjadi 9,4 juta barel per hari. Penurunan mingguan terbesar sejak 2013.

"Data penurunan produksi minyak mentah ini cukup menarik, karena ada penyesuaian produksi dari perusahaan-perusahaan migas yang ada," jelas analis  The Energy Management Institute, Dominick Chirichella.

Sentimen lain yang juga mempengaruhi harga minyak adalah penguatan dolar AS. Nilai tukar Dolar AS yang lebih tinggi membuat keuntungan dari pelaku pasar yang bertransaksi menggunakan mata uang lainnya menjadi lebih kecil.

Menengok ke belakang, harga minyak berjangka melemah ke level terendah sejak Maret  2015 pada perdagangan Senin 27/7/2015), lalu. Hal itu dipicu dari kenaikan pengeboran rig minyak Amerika Serikat (AS) ditambah indeks saham Shanghai merosot sehingga menambah kekhawatiran terhadap permintaan energi dari China.

Harga minyak West Texas Intermediate melemah 1,6 persen atau 75 sen menjadi US$ 47,39 per barel di New York Mercantile Exchange. Harga minyak Brent merosot US$ 1,15 atau 2,1 persen menjadi US$ 53,47 per barel. Harga minyak acuan ini sentuh level terendah sejak pertengahan Maret.

Tekanan terhadap harga minyak ini dipicu dari bursa saham China melemah di awal pekan ini. Indeks saham Shanghai turun 8,5 persen, dan mencatatkan penurunan terbesar dalam satu hari sejak Februari 2007.

Analis Schneider Electric, Joseph George mengatakan kekhawatiran pengurangan permintaan dari China menekan harga minyak. China salah satu negara terbesar kedua konsumsi energi.

Selain itu, harga minyak tertekan juga dipicu dari data Baker Hughes Inc. Data tersebut menunjukkan kalau pengeboran minyak AS bertambah pada pekan lalu. Ini kenaikan terbesar sejak Februari 2014. (Gdn/Ndw)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Global Masih Volatil, Potensi Harga Emas Melesat Terbuka

PETUGAS VETERAINER DATANG UNTUK ANALISA KEMATIAN KAMBING YANG MENDADAK

Aneka Gethuk Jajan khas jawa Tengah