HEADLINE: Penetapan Masker Kain Berstandar Nasional, Bagaimana dengan Scuba dan Buff?
PT.
Rifan Financindo Berjangka - Kementerian Kesehatan telah
menetapkan standar masker yang layak pakai agar efektif mencegah
penularan COVID-19.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P)
Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menjelaskan terdapat 3 jenis masker
yang dianjurkan yakni maske N95, masker bedah, dan masker kain.
"Masyarakat tidak boleh sembarangan menggunakan masker kain, terutama
kain tipis seperti masker scuba dan buff. Penggunaan masker kain setidaknya dua
lapis," kata Yurianto beberapa waktu lalu.
Masker kain maksimal hanya dapat dipakai selama 3 jam, setelah itu harus
diganti dengan masker bersih, karena lapisan kain bagian dalam masker dapat
menyerap cairan dari mulut kita.
Selain ketiga bahan diatas, menurut Yuri, masker dengan bahan yang lain
tidak akan efektif untuk mencegah penularan COVID-19, karena bahannya yang
dianggap tidak cukup kecil untuk menahan droplet yang dikeluarkan oleh mulut
ataupun hidung.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) pun menetapkan standar mengenai masker
kain guna menekan penyebaran COVID-19.
Standardisasi ini tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020
Tekstil – masker dari kain. Penetapan SNI masker kain berdasarkan Keputusan
Kepala BSN Nomor 407/KEP/BSN/9/2020.
Sesuai SNI, masker kain yang berlaku paling tidak terdiri dari dua
lapis. Sehingga masker jenis scuba dan buff tidak termasuk di dalammya.
"SNI 8914:2020 menetapkan persyaratan mutu masker yang terbuat dari
kain tenun dan/atau kain rajut dari berbagai jenis serat, minimal terdiri dari
dua lapis kain dan dapat dicuci beberapa kali (washable)," kata Deputi
Bidang Pengembangan Standar BSN, Nasrudin Irawan di Jakarta pada Selasa
(22/09/2020).
Nasrudin juga mengungkapkan bahwa standar ini tidak berlaku untuk masker
dari kain nonwoven dan masker untuk bayi.
Pemilihan bahan untuk masker kain perlu diperhatikan karena jenis bahan
memengaruhi filtrasi serta kemampuan bernapas seseorang. Efisiensi filtrasi
tergantung pada kerapatan kain, jenis serat dan anyaman.
Filtrasi pada masker dari kain berdasarkan penelitian adalah antara 0,7
sampai 60 persen. Semakin banyak lapisan maka akan semakin tinggi efisiensi
filtrasi seperti dikutip rilis resmi di laman BSN.go.id.
Dalam SNI 8914:2020, masker kain dibagi kedalam tiga tipe. Tipe A
masker kain untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri,
dan tipe C untuk filtrasi partikel. Pengujian yang dilakukan, diantaranya uji
daya tembus udara dilakukan sesuai SNI 7648; uji daya serap dilakukan sesuai
SNI 0279; uji tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, dan ludah;
pengujian zat warna azo karsinogen; serta aktivitas antibakteri.
Meskipun demikian, penggunaan masker juga harus dilakukan dengan benar.
Nasrudin mengingatkan masker kain perlu dicuci setelah pemakaian dan dapat
dipakai berkali-kali.
"Meski bisa dicuci dan dipakai kembali, masker kain sebaiknya tidak
dipakai lebih dari 4 jam, karena masker kain tidak seefektif masker medis dalam
menyaring partikel, virus dan bakteri," ucap Nasrudin.
Dengan ditetapkan SNI masker kain, diharapkan dapat mengurangi penyebaran
virus Corona serta diikuti dengan tindakan tetap mengikuti protokol kesehatan
lainnya, yakni jaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun dengan air yang
mengalir.
Menurut Profesor Mikrobiologi dari Universitas Indonesia, Pratiwi
Pujilestari Sudarmono, imbauan dari pemerintah sesungguhnya sangat sederhana.
"Itu sih tidak usah dipikir terlalu susah. Kita tahu bahwa
scuba, contohnya, Anda ambil deh (masker) scuba itu, karena dia satu lapis.
Jadi kalau Anda tiup dari belakang, pasti kerasa, kalau ada api di situ bisa
mati langsung," kata Pratiwi saat dihubungi Liputan6.com pada
Kamis (24/9/2020).
Sebab, kata dia, masker scuba hanya satu lapis. Sementara masker yang
baik minimal tiga lapis, sehingga kerapatan kain bisa menghambat masuknya
partikel, debu, bakteri, dan virus meskipun tidak 100 persen.
Pratiwi mengatakan masker scuba umumnya memiliki kerapatan yang
kurang. Jika dibandingkan dengan masker medis yang bukan tenunan, cara pembuatannya
pun berbeda.
"Kalau masker medis kan dia lembaran yang dicetak, dibuat secara
kimiawi, sehingga tidak ada lubang sama sekali," ujarnya.
Pratiwi mengatakan metode meniup korek api atau lilin dengan menggunakan
masker, bisa menjadi cara mudah untuk menguji efektivitas masker dalam
menyaring udara.
"Selama lilinnya masih bisa mati berarti dia masih bolong, udara masih
bisa lewat. Padahal kerapatannya harus kurang dari 0,1 mikron kalau mau menahan
virus," kata dia.
Ia menjelaskan, masker kain umumnya memiliki kerapatan sekitar 0,3 mikron.
Sementara masker N95 mampu menahan hingga 0,1 mikron. Namun, masker N95 hanya
diperuntukkan bagi tenaga medis.
Untuk itu, Pratiwi tetap merekomendasikan penggunaan masker kain tiga lapis
dalam aktivitas sehari-hari. Apalagi, saat ini banyak masker jenis tersebut
yang dijual dengan harga lebih murah dari masker bedah.
"Itu sudah cukup. Jadi masalah (masker scuba dan buff) itu hanya
lapisannya yang terlalu tipis," tandas Pratiwi.
Pratiwi menjelaskan masker scuba sendiri umumnya memiliki kerapatan yang
kurang. Masker scuba ini, kata dia, bisa dipakai namun harus beberapa lapis.
"Kalau mau (bisa) rangkap tiga, empat, atau lima, beberapa (lapis).
Kalau masker medis waktu kita lihat cara mereka membuat itu kan lapisannya dilapis,
dilapis, dilapis sampai berkali-kali," kata Pratiwi.
Namun, penggunaan masker scuba yang berlapis-lapis semacam ini malah
akan menambah rasa tidak nyaman saat dipakai.
PT.
Rifan Financindo Berjangka
sumber
: liputan6.com
PT.
RIFAN FINANCINDO BERJANGKA SEMARANG
Komentar