IHSG Ke Atas Level 4.800, Indeks Didorong Optimisme Pasar & Minyak




Rifan Financindo Berjangka Semarang - Indeks harga saham gabungan pada penutupan perdagangan Selasa (12/4/2016) menguat 42,6 poin atau atau 0,89% ke 4.829,57.

Sinyal reshuflle yang dikaitkan dengan tax amnesty mendorong optimisme pasar saham.

Bursa pun langsung rebound, apalagi ditambah dengan penguatan harga sejumlah komoditas yang terkerek harga minyak mentah dunia.

Bisnis batu bara untuk pembangkit listrik mulut tambang dipastikan tetap menarik meski Kementerian ESDM merevisi ketetapan margin harga jual komoditas itu menjadi 15%—25%

Sebelumnya margin harga jual ditetapkan maksimal 25%. Revisi tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 9/2016 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batu bara untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan margin tersebut ditetapkan berdasarkan berbagai masukan dari para pelaku usaha.

Menurutnya, margin tersebut sudah ideal untuk mengakomodasi kepentingan pengembang listrik dan perusahaan tambang. Apabila tidak terjadi kesepakatan harga antara kedua belah pihak pada saat perjanjian jual beli, Dirjen Minerba memiliki kewenangan untuk menentukan besarannya.

Gatot menegaskan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai pihak yang mengajukan revisi tersebut harus menerima keputusan pemerintahan kendati batas bawahnya masih di atas 10%.

“PLN sepakat gak sepakat ya harus mau,” katanya, Selasa (12/4/2016).

Sementara itu, Kepala Divisi Batubara PT PLN Harlen mengatakan siap mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah itu.

Namun, dia memberi sinyal akan menghitung ulang keekonomian pembangkit listrik mulut tambang dengan margin yang ditetapkan pemerintah.

“Mungkin kita akan ambil tindakan lain, apakah masih dengan mulut tambang atau tidak,” katanya kepada Bisnis.

Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Per tambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Si nadia menilai rentang margin tersebut sudah tepat.

Pasalnya, besarannya sesuai dengan masukan kepada pemerintah. Dia menilai, produsen batu bara tidak akan mempermasalahkan aturan tersebut selama margin yang diberikan cukup menguntungkan.

Dia juga mengungkapkan skema biaya produksi ditambah margin itu telah membantu perusahaan batu bara bertahan di tengah rendahnya harga komoditas. Kendati sudah ditetapkan pemerintah, Hendra mengakui besaran margin ideal yang disepakati antara produsen batu bara dan pengembang listrik masih belum ada.

Alasannya, dua pihak tersebut memang berbeda kepentingan.

“Kalau produsen kan mau marginnya besar, tapi yang bangun pembangkit mau harganya murah. Ini sebenarnya yang belum ketemu.”

Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies Budi Santoso mengatakan secara bisnis PLTU mulut tambang sangat menjanjikan bagi produsen batu bara.

Menurutnya, PLTU mulut tambang bisa menjadi solusi bagi pengusaha tambang di tengah rendahnya harga batu bara. Pasalnya, formula harga jual menggunakan biaya produksi ditambah margin mampu menjamin produsen agar tetap meraup untung.

Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, akan ada tender pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang dengan total kapasitas 1.200 MW pada tahun ini. Adapun sejauh ini sudah ada 2.900 MW yang telah memasuki tahap pra-kualifikasi dan 700 MW lainnya sudah teken perjanjian jual beli tenaga listrik.

Pada April 2016, harga batu bara acuan (HBA) kembali naik, sekaligus mencetak kenaikan beruntun pertama dalam lebih dari dua tahun terakhir. HBA April 2016 tercatat senilai US$52,32 per ton atau naik 1,36% dibandingkan dengan HBA bulan lalu senilai US$51,62. Adapun HBA Fe bruari 2016 ditetapkan senilai US$50,92 per ton.

SETRUM EMITEN

Sementara itu, rendahnya harga komoditas tambang batu bara membuat sejumlah emiten tergiur akan pendapatan yang dikantongi dari lini bisnis kelistrikan.

PT Maybank Kim Eng Securities memproyeksi tiga emiten tambang batu bara bakal meraup pendapatan US$2,13 miliar setara dengan Rp28,8 triliun pada 2020 dari bisnis setrum.

Sekretaris Perusahaan PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. Joko Pramono mengatakan divisi kelistrikan telah berkontribusi terhadap pendapatan perseroan sejak tahun lalu. Ditargetkan, lima tahun mendatang, sektor listrik dapat berkontribusi 40% terhadap pendapatan perseroan.

“Net profit margin dari bisnis perseroan sampai sekarang menjadi net profit margin tertinggi untuk kawasan domestik sebesar 15%,” katanya kepada Bisnis, Selasa (12/4).

Pernyataan pemerintah yang mematok margin bisnis setrum sebesar 15%-25% dinilainya tidak dapat dilihat dari salah satu perspektif saja. Menurutnya, bila pertambangan lebih efisien, tentu harga jual listrik akan semakin murah. Margin dapat diperoleh dari penjualan batu bara yang sudah dipastikan memiliki pembeli tetap dalam jangka panjang.

Terpisah, Direktur Utama PT United Tractors Tbk. Gidion Hasan, mengatakan lini bisnis kelistrikan diproyeksi dapat berkontribusi terhadap pendapatan perseroan pada 2020.

Emiten berkode saham UNTR itu merangsek ke bisnis listrik dengan membangun PLTU sebesar 2.000 MW.

“Kalau hanya satu power plant saja, relatif masih kecil (kontribusi terhadap pendapatan), belum signifikan,” tuturnya melalui pesan sing kat.

Gidion menegaskan margin yang diatur oleh pemerintah hanyalah untuk PLTU mulut tambang. Bagi PLTU yang tidak dibangun di mulut tambang, hanya perlu melakukan negosiasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku pembeli setrum.

Sementara itu, Wakil Presiden Direktur Adaro Power Dharma Djojonegoro, mengatakan divisi kelistrikan PT Adaro Energy Tbk. diproyeksi bakal menyumbang lebih
dari 30% pendapatan emiten berkode ADRO tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Global Masih Volatil, Potensi Harga Emas Melesat Terbuka

PETUGAS VETERAINER DATANG UNTUK ANALISA KEMATIAN KAMBING YANG MENDADAK

Aneka Gethuk Jajan khas jawa Tengah